Jumat, 13 Agustus 2010

First love

Jika kau menjadi diriku, maka yang bisa kau lakukan hanyalah melihatnya dari jauh. Pikiranmu tak pernah lepas darinya. Bahkan, teman-temanmu sering mendapatimu sedang memikirkannya. Kau akan mengingat bagaimana dia tersenyum, bagaimana dia tertawa. Dan kau hanya bisa memandangnya tanpa berani berkenalan dengannya. Kau tak bisa mendekatinya, dan kau tak berani mendekatinya. Yang kau tahu hanyalah hal-hal yang bisa kau lihat. Kau tak mengetahui hal lain tentang dirinya. Tapi kau menyukainya.

Kau memang mengenalnya, meski hanya sebatas nama saja. Jika pagi datang, kau akan berdoa. Berharap dapat bertemu dengannya di hari itu untuk memastikan dia baik-baik saja—karena kau khawatir padanya. Maka, kau akan bernapas lega jika kau melihatnya—rambut pirangnya yang khas yang membuatmu mudah menemukannya—dan kau tak akan berhenti berdoa, berharap tak terjadi apa-apa padanya, jika kau tak bertemu dengannya.

Dia selalu terlihat ceria, dengan senyum dan tawanya yang ramah dan suaranya yang merdu. Sisi kekanakan yang muncul saat ia bersama temannya, dan sisi dewasa saat ia menghadapi masalahnya. Kau tak tahu sisi mana yang membuatku menyukainya. Mungkin keduanya.

Kau selalu memperhatikannya. Dia begitu bersinar saat jemarinya menari di atas piano, mengungkapkan segalanya melalui dentingan hitam-putih piano. Ia akan menyerahkan sepenuh hatinya dalam permainan itu. Memberikan segenap jiwa dan perasaan yang dimilikinya. Seakan ia menyatu dengan piano tua di pojok aula itu. Maka alunan nada yang ia hasilkan akan meresap ke dalam hatimu, seolah menyadarkanmu, bahwa kau telah jatuh cinta padanya.

Setelah ia selesai bermain piano, kau akan bertepuk tangan pelan untuk memujinya—bahkan terkadang kau menangis. Saat ia beranjak dari tempatnya dan keluar menuju pintu lain aula, maka kau akan keluar dari tempat persembunyianmu, menghampiri piano tua itu dan mengulang permainan pianonya. Mencoba merasakan apa yang ia rasakan saat memainkan piano tadi. Dan kau tahu benar apa yang kau rasakan sama dengan yang ia rasakan. Tapi yang kau tak tahu, ia akan kembali lagi ke aula, dia akan berhenti dan melihatmu sejenak. Lalu bersandar di tembok, mendengarkan permainan pianomu sambil tersenyum. Sama seperti dirimu yang selalu melihatnya, ya, sama seperti aku yang jatuh cinta.


Started 09/04/2010, edited 12/04/2010